“Sebuah Refleksi Sederhana atas Pola Berpikir Manusia terhadap Perbedaan”
Beda, sesuatu yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara benda yang satu dan benda yang lain atau ketidaksamaan. Melalui arti kata tersebut dapat dipahami bahwa ‘beda’ menjadikan berlainan atau tidak sama. Arti kata sederhana ini saja telah mencerminkan betapa kuat makna yang dimaksudkannya.
Sebuah kata tidak berarti memang jika hanya satu kata itu sendiri, tanpa disisipkan konteks, keterangan, ataupun konsep pemikiran penggunanya. Berbeda halnya jika kata sederhana ini telah masuk ke dalam pikiran manusia. Kata tersebut tidak lagi hanya sebuah konsep abstrak namun telah menjadi hidup jika dia berada di dalam sebuah sistem terumit di tubuh manusia itu, pikiran.
Selanjutnya yang terjadi adalah kata tersebut bekerja. Beda menjadi membedakan. Manusia membedakan. Apa yang dibedakan? Jawabannya sederhana, perbedaan. Apa itu perbedaan? Perihal yang berbeda; perihal yang membuat berbeda. Bukankah perihal tersebut manusia? Atau, perbedaan itu sendiri ada karena perbedaan tersebut yang menimbulkan perihal itu? Apa sebenarnya perihal yang membuat berbeda itu?
Realitas di Indonesia menunjukkan secara gambling apa yang berbeda itu, tetapi tetap saja, bagaimana kita memandang istilah ini, apakah dari konteks penyebab dari kemunculan ‘perihal’ ini, atau dari ‘perihal’ itu sendiri, yang memang merupakan perbedaan. Suku bangsa yang ada di Indonesia menjadi sebuah fakta yang tak terperikan jika membahas perbedaan yang merupakan ‘perihal’ itu sendiri yang berbeda, bukan ‘perihal’ yang membuat berbeda.
Suku Batak dapat menjadi contoh untuk menunjukkan ‘perihal’ yang berbeda itu. Suku Batak di Indonesia terdiri dari Batak Alas Kluet, Batak Angkola/Angkola, Batak Dairi/Dairi/Pakpak/Pakpak Dairi, Batak Pak-Pak, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pesisir, Batak Samosir, Batak Simalungun/Simelungun Timur, dan Batak Toba.
Bagaimana kita memandang ini? Perbedaan ini ada memang karena ada ‘perihal’ yang berbeda, sehingga disebut perbedaan. Suku-suku di Indonesia memang berbeda adanya. Meskipun Suku Batak merupakan satu suku bangsa, suku ini tetap tidak dapat disamakan begitu saja, ada sub-sub suku di dalamnya yang memang berbeda juga adanya, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan memang merupakan ‘perihal’ yang beda.
Lalu apa maksud dari ‘perihal’ yang membuat berbeda itu? ‘Perihal’ yang membuat berbeda itu adalah kondisi saat kata sederhana ‘beda’ menjadi bulan-bulanan mesin pemikiran manusia dan menghasilkan konsep yang membuat perbedaan muncul secara berbeda dari realitas yang ada.
Pemikiran manusia lah yang menjadikan ‘perihal’ itu menjadi beda. Apa maksud dari kalimat itu? Pemikiran manusia lah yang akhirnya memunculkan kata pembedaan. Manusia membedakan, bukan karena memang ada perbedaan atau ‘perihal’ yang beda, namun karena di tingkat tertentu manusia tidak puas jika suatu konsep menguasai pikirannya, jika konsep “’perihal’ yang berbeda apa adanya” menguasainya.
Manusia tentu saja mampu melampaui konsep tertentu, dalam hal ini perbedaan bukanlah konsep yang sulit dilampauinya. Manusia melampaui konsep ‘perihal’ ini dengan menghidupkan kata sederhana nan polos tadi menjadi : membedakan. Dengan hasil olahan pikiran manusia, yang adalah ‘perihal’ yang membuat beda tersebut, muncullah ‘perbedaan’ : proses, cara, perbuatan membedakan. Manusia lah yang menjadi ‘perihal’ yang membuat beda tersebut.
Dengan cara berpikir seperti ini kita disadarkan mengenai bagaimana cara berpikir kita selama ini. Perbedaan memang ada. Perbedaan akan tetap menjadi sebagaimana adanya (apa adanya) jika kita memahaminya sebagai sebuah ‘perihal’ yang berbeda.
Pemahaman yang merusak keberagaman adalah yang memahami perbedaan memang murni karena ‘perihal’ yang berbeda tadi dibuat. Cara berpikir ini selanjutnya bukan lagi sekadar konsep pemahaman tentang apa itu perbedaan, namun akan menjadi dasar asumsi-asumsi negatif mengenai manusia lain yang ada disekitarnya, yang berbeda dengannya.
Kehebatan sebuah makna belum seberapa dengan keagungan yang dimiliki pikiran manusia. Sesuatu yang bermakna sekalipun dapat dimaknai kembali dan memunculkan makna baru, yang dimana makna baru tersebut menjadi satu-satunya.
“Aku berpikir maka aku ada” Kalimat Descartes ini begitu bermakna karena sungguh fundamental. “Perbedaan berpikir maka perbedaan ada” atau “Pembedaan berpikir maka pembedaan ada” adalah hasil dari pikiran manusia.
Fabian Joshua Dwinerson K.